Monday, January 12, 2009

Maju Kena Mundur Kena Lumpur Lapindo

Jakarta – Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Lapindo di Sidoarjo (Timnas) mustinya sudah mundur 8 Maret 2007 lalu. Berdasarkan rapat terbatas yang dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan Timnas diperpanjang alias maju untuk satu bulan lagi, berarti hingga 8 April 2007.
Sementara itu lumpur panas Lapindo tetap mengganas, tanpa mau menunggu kebijakan apa pun yang akan terjadi. Lubang mirip kawah sekitar 150 meter dari Sumur Banjar Panji 1 milik Lapindo Brantas Inc. itu tetap menyemburkan cairan panasnya.
Padahal upaya untuk menghentikan semburan lumpur dengan relief well praktis terhenti, pasca ledakan pipa gas PT Pertamina (Persero) 22 November 2006. Sebelum itu pun satu dari dua relief well sudah ‘parkir’ lantaran tergenangi lumpur.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengaku tidak ada anggaran untuk pengadaan relief well lagi kalau dari pemerintah. Malah Purnomo menyatakan akan meminta badan yang akan menggantikan Timnas nantinya untuk mengurus relief well itu.
“Kita minta kalau ada badan ini, relief well bisa masuk (anggaran badan). Kalau tidak bisa masuk, ya dikerjakan BP Migas (Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi). Karena secara engineering judgement tidak ada semburan kayak gini yang tidak bisa dimatikan,” kata Purnomo usai membuka seminar di Departemen ESDM Jakarta, Kamis (22/3).
Di samping BP Migas, Purnomo yang juga Ketua Tim Pengarah Timnas itu menyebut Pertamina bisa mengerjakan relief well itu.
“Masuk anggaran mereka. Itu pun belum pernah terjadi. Masalahnya siapa yg mau bayar?” tambah Purnomo tanpa menjelaskan lebih lanjut dan mengambang.

Ganti Rugi Perumtas
Ini sama mengambangnya dengan sikap Timnas terhadap nasib warga korban luapan lumpur panas Lapindo pasca ledakan 22 November. Terutama warga Perum Tanggulangin Sejahtera (Perumtas) 1 yang menuntut ganti rugi berupa uang (cash & carry) sama dengan warga korban lumpur panas Lapindo sebelum ledakan 22 November.
“Logikanya gini kalau mereka menuntut supaya dapat sama dengan sebelum 22 November, waktu itu ada empat desa yang kita beri ganti rugi. 22 November terjadi ledakan pipa. Ini bukan akibat langsung karena lumpur, tapi karena subduksi penurunan tanah yg sebabkan pipa meledak. Jadi tidak sepenuhnya dibebankan ke Lapindo,” jelas Purnomo.
Menampik membela Lapindo, Purnomo menandaskan itu argumen hukum. Menurutnya, saat ini tidak ada satu pun keputusan hukum yang mengatakan Lapindo bersalah.
“Kalau kita turuti misalnya, pilihannya kan pemerintah atau Lapindo. Kalau dari pemerintah, tidak bisa lebih dari yang dibayarkan di Aceh dan Yogya,” tambah Purnomo.
Ia mengaku pihaknya telah menekan Lapindo habis-habisan, dengan hasil keluarnya relokasi berupa tanah plus Rp 15 juta. Usai menghadiri pertemuan dengan Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Jatim, Purnomo kembali berjanji akan kembali meminta Lapindo agar mau memberikan ganti rugi berupa cash & carry. Baru janji.

Infrastruktur
Yang tak kalah mengambangnya juga soal infrastruktur seperti jalan tol Gempol-Surabaya yang menjadi tulang punggung Jawa Timur (Jatim), dari Surabaya ke selatan dan ke timur maupun sebaliknya. Setelah jalan tol Gempol-Porong lumpuh, praktis perekonomian tersendat.
Kendati Komisi V DPR telah sepakat mengeluarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), toh Ketua Timnas menyatakan masih ada pemikiran lain. Ia menyebutkan kemungkinan seperti jalan tol itu dibangun swasta.
“Kedua, pokoknya kita (pemerintah) bangun, nanti soal di-reimburse ke Lapindo sambil kita menunggu keputusan pengadilan yang 13 tersangka itu. Sekarang ada tidak ada hukum yang mengatakan Lapindo salah. Orang mengatakan iya (salah), saya katakan iya. Tapi keputusan yang in krach (mengikat) belum,” kata Purnomo.
Harusnya Tim Pengarah mengikuti pendapat Ketua Tim Pelaksana Timnas, Basuki Hadi Moeljono usai rapat persiapan Timnas di Departemen ESDM, Jakarta, Selasa (6/3) lalu. Basuki mengakui badan pengganti Timnas menggunakan dana APBN, namun Lapindo Brantas Inc.masih tetap harus bertanggung jawab.
“Yang penting negara bertanggung jawab, kalau saya. Melihat magnitude-nya kayak gitu itu. Kalaupun negara bertanggung jawab, itu bukan berarti Lapindo lepas tanggung jawab. Misalnya nanti negara mengambil alih, bukan berarti terus lepas. Nanti Pengadilan memutus bersalah, negara berurusan dengan Lapindo, jangan masyarakat berurusan dengan Lapindo,” tegas Basuki.
Sebagai negara hukum, tentu tidak ada satu badan usaha di Indonesia yang tidak tunduk pada hukum di Indonesia. Apalagi penyidikan Polisi akan segera dilimpahkan ke Kejaksanaan. Malah selain itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan banyak pihak lain juga mengajukan somasi terhadap Lapindo Brantas Inc. Mustinya pemerintah tegas untuk menyelamatkan warga serta perekonomian Jatim khususnya dan perekonomian Indonesia umumnya. *

No comments: