Thursday, March 29, 2007

Tuhanku Chinese

"Pokok anggur yang tidak berbuah akan Aku tebang dan dimakan api".
Betapa sebenarnya Alkitab telah memerintahkan manusia untuk berbuah dan terus maju. Itulah yang aku tekankan dalam Pelatihan jurnalistik untuk kontributor
Majalah Keuskupan Lampung, Nuntius. Setelah tugas menulis perkenalan dalam struktur berita dan turun
lapangan untuk menulis feature, aku mendesak 20 peserta untuk membuat komitmen. Mulai dari belajar menulis dengan komputer, memanfaatkan internet,
hingga menulis feature minimal untuk tiga edisi. Musti mau belajar, harus mau maju. Kalau tidak 'investasi' Tuhan sia-sia. Sejak dulu, aku
menggambarkan Tuhanku Chinese yang ulet untuk investasi, agar berbuah lebih.

Bandar Lampung, 24-25 Maret 2007

Incrimental Development

Kurasa Jakarta benar-benar etalase bagi Republik Indonesia. Di Jakarta, terutama jalan-jalan protokolnya hotmix mulus, tapi begitu keluar
arteri jalan utama, bopeng alias tambal sulam. Tak terkecuali tulang punggung Jawa, Jalan Pantai Utara Jawa (Pantura). Sangat terasa krisis ekonomi
ini, dapat terbaca dari begitu tambal-sulamnya pembangunan. Tidak hanya jalan, tapi juga segala bidang.
Kebijakan restrukturisasi yang 'tak terkejar' dengan kebijakan makro inflasi dan kurs yang terus meningkat. Belum lagi situasi politik
seperti buntu, kalau tidak malah involutif. Rasanya tak banyak yang bisa diharapkan, selain menjaga diri sendiri agar tidak mengalami
kemunduran.
Satu-satunya jalan saat ini, orang muda harus maju dan berpendidikan tinggi serta punya integritas!

Jakarta, 22 April 2001

Inklusif & Pluralis

Usai tes psikologi di Sartono untuk masuk SH, aku ikut Slema ke Madiun. Aku menyadari, pada Slema & Aliffiati, aku bela-belain. Ini karena obsesiku akan inklusivitas dan pluralisme. Aku yakin, hanya dengan merajut persilangan budaya (cross cutting culture) yang inklusif beginilah, kemanusiaan dapat ditegakkan. Tanpa itu, ide-ide sektarian, xenophobia, rasisme, dll akan mudah mengambil bentuknya.
Ini pula yang mendorongku mencoba 'jalan' dengan 'Alex' Guterres dari Timor Leste. Seakan aku ingin membuktikan diriku tidak rasialis. Permasalahannya tidak sesederhana itu, ada banyak soal lain di atas ide inklusif & pluralis, ini urusan hati yang tak bisa dipaksakan.

Jakarta, 19 April 2001

Hal-hal Kecil

Aku tidak pernah menyangka, bahkan sama sekali tidak ingat hal-hal kecil yang kulakukan akan berarti untuk orang lain. Aku mengikuti prinsip Kant, berbuat untuk perbuatan itu sendiri tanpa mengharapkan sesuatu dari tindakan itu.
Sebelum aku diantar ke Tanjung Karang, Yuli bercerita dulunya dia minder dan merasa oerang-orang di sekitarnya high profile. Tapi malam ketika sudah tidur, aku mengambilkan 1 dari 2 bantal yang dia pakai sambil berkata, "Apa gak sakit toh ya tidur dengan bantal ketinggian
gitu?" Itu membuatnya berubah dan berjanji untuk melakukan segala sesuatu
dengan hati.
Bagiku ini mengejutkan sebenarnya! Aku tidak menduga tindakan kecil itu bermakna untuknya. Aku hanya ber-empati, meletakkan diriku pada posisi orang lain.
Sebetulnya ini mengingatkanku kembali pada kekuatan care, kepedulian sekali pun sederhana dan sekecil apapun. Melayani dengan hati, tanpa pamrih. Meski aku tak sepenuhnya percaya altruisme.

Bandara Raden Intan II Lampung, 25 Maret 2007