Thursday, September 9, 2010

Menengok Miniatur Candi Borobudur di Tengah Landmark Dunia

Dengan skala 1:100, struktur abu-abu kehitaman itu terasa jauh dari megah dibanding aslinya. Namun mendapati replika Candi Borobudur di tengah 29 miniatur landmark terkenal dan bersejarah di dunia, terasa sangatlah membanggakan.

Apalagi struktur mini ini tepat berada di lokasi strategis, langsung di sebelah kiri lorong masuk bagian internasional Cockington Green Gardens. Taman mini ala Australia ini berlokasi di sub urban Nichols, negara bagian Australian Capital Territory (ACT), barat laut pusat kota Canberra.

Dengan tiga bagian berpuncak pada Arupadatu yang menyerupai aslinya, replika Candi Borobudur ini menjulang di atas sebuah gundukan tanah yang dikitari taman. Dalam bentuk mini, struktur bunga teratai candi Buddhis ini terlihat jelas dari atas.

Menurut informasi dari website resminya, sebagian besar materi replika miniatur adalah serat kaca dan aluminium, sehingga bisa tahan lama. Karya Wahyu Indrasan dan Lukito ini menjadi salah satu miniatur landmark dunia yang menjadi kebanggaan berbagai negara, lengkap dengan papan petunjuk lokasi asli dan informasi singkat tentang negara yang bersangkutan. Di situ juga disebutkan sponsor replika. Untuk miniatur Candi Borobudur, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra bekerja sama dengan Garuda Indonesia.

Di antara negara ASEAN, terlihat hanya Indonesia bersama Filipina yang mempersembahkan replika bangunan kebanggaan negara masing-masing. Peru diwakili dengan landmark terkenalnya, Manchu Picu.

India menonjolkan miniatur Benteng Merah (Red Fort) dibanding Taj Mahal yang sudah terkenal. Tak jauh dari situ berdiri miniatur Pagoda Dapotap dan Seokgatap dari Korea. Sedang Kedutaan Besar Iran dengan bantuan dana dari Program Pembangunan Pariwisata Australia mensponsori miniatur reruntuhan Istana Darius yang terkenal dengan sebutan Persepolis. Sebuah keluarga dan komunitas Yordania di Sydney mensponsori miniatur El Khazneh Petra.

Bagian Asli
Lebih dari 30 tahun lalu, Dough dan anggota keluarganya mulai membangun replika mini bagian asli Cockington Green Gardens. Ia membangun struktur mini itu sepenuhnya dengan tangan, hingga menghasilkan 33 model bagian asli.

Miniatur pertama di bagian asli, adalah bentuk mini bangunan utama yang menjadi pintu masuk sekaligus toko souvenir di lantai dasar dan kantor di lantai atasnya. Bangunan kayu dnegan ornamen khas Eropa itu mengawali koridor jalan menuju Fairy Garden.

Miniatur Desa Cockington menyusul di seberangnya. Berlokasi aslinya di Torquay – Devon, Inggris Raya, bagian ini menggambarkan rumah dan suasana pedesaan lengkap dengan miniatur sumur batu tua yang masih menggunakan timba kayu. Layaknya di negara persemakmuran, lapangan kriket dilengkapi miniatur pemain dan penontonnya ada di sana.

Suasana kian hidup dengan suara rekaman di dalam miniatur. Seperti gereja, dilengkapi dengan lonceng gereja yang berdentang-dentang. Demikian pula dengan suasana stadion sepak bola yang riuh reda dengan suara para pendukung kesebelasan. Lalu ada suara gemericik air dari miniatur sungai kecil lengkap dengan jembatannya. Begitu juga suasana pelabuhan, dengan miniatur kapal-kapal yang bersandar sampai yang rusak.

Bahkan ada miniatur kereta api (KA) berkecepatan tinggi Intercity 125 yang rel-nya mengitari sebuah kolam. Replika ini bisa beroperasi layaknya KA aslinya dengan memencet sebuah tombol dekat miniatur stasiun.

Di ujung koridor jalan menikung, berdiri sebuah miniatur puri megah. Kastil Braemer yang aslinya didirikan Earl of Mar di Skotlandia, pada tahun 1628. Benar-benar melengkapi suasana seperti di negeri dongeng.

Ada juga KA uap betulan yang bisa dinaiki, tentu dengan membayar tiket tambahan. Layaknya sarana rekreasi keluarga, taman mini ini juga memiliki area piknik, cafe dan rumah makan serta toko tanaman.

Cockington Green Gardens merupakan salah satu dari sekian banyak sarana hiburan di Gold Creek Village yang memiliki berbagai bangunan bersejarah, galeri, toko berbagai cindera mata dan barang kerajinan, cafe dan pelbagai tempat makan. Ada Walk-in Aviary yang menjadi tempat anak-anak bisa memberi makan burung-burung, ada pula Pusat Reptil Australia dan Museum Dinosaurus Nasional.

Selain fasilitas piknik, kawasan Federation Square ini juga dilengkapi dengan sebuah resor untuk menginap. Benar-benar lengkap untuk wisata bersama keluarga di satu sub urban. Semua hal tersebut juga mendapat tempat di dalam brosur Canberra Today yang bisa didapatkan gratis di berbagai tempat pariwisata Canberra. (Mega Christina di Canberra)

Diterbitkan di Halaman Wisata Sinar Harapan (SH), Senin, 9 Agustus 2010

Demam Pemilu di Australia Terasa Tanpa Hiruk Pikuk

Pemilihan Umum (Pemilu) Federal Australia kurang dari sepekan lagi. Sabtu, 21 Agustus nanti warga negara Australia akan mendatangi tempat-tempat pemungutan suara (TPS) yang diumumkan seminggu sebelumnya.

Meski Canberra merupakan ibukota nasional serta jantung pergerakan politik dan pemerintahan federal, di seputaran negara bagian wilayah Ibukota Australia (Australian Capital Territory/A.C.T.) sepintas tidak tampak kehebohan Pemilu. Tidak ada baliho-baliho raksasa apalagi spanduk malang-melintang layaknya suasana Pemilu di Indonesia dan berbagai negara lainnya.

Dengan spasial seluas sebuah benua dan penduduk yang hanya sekitar 20 juta, media luar ruang tampaknya memang bukan menjadi pilihan komunikasi politik dalam Pemilu di negeri Kanguru ini. Apalagi tempat tinggal penduduk relatif tersebar di berbagai sub urban (semacam distrik) yang terpencar-pencar.

Demam Pemilu baru terasa ketika memperhatikan berbagai media cetak maupun elektronik. Berbagai radio dan televisi secara periodik menyiarkan kunjungan kampanye tokoh kunci dari dua partai politik (parpol) utama, yakni Perdana Menteri Julia Gillard yang tengah menjabat (incumbent) dari Partai Buruh Australia dan pemimpin partai oposisi Tony Abbott dari Partai Liberal.

Saling serang program tampak sengit di iklan-iklan televisi. Misalnya Partai Buruh dibombardir dengan iklan kian banyak utang dan pajak. Partai Liberal diserang dengan iklan bakal menurunkan layanan-layanan publik yang saat ini diperjuangkan Partai Buruh yang berkuasa. Bahkan Partai Hijau pun tidak luput dari serangan di iklan televisi.

Selain memberitakan berbagai kunjungan para wakil rakyat, media cetak memiliki kekuatan analisa dan berbagai kolom yang diasuh para ilmuan. Seperti di Mingguan CityNews edisi 5-11 Agustus, Pakar politik dan sejarah Don Aitkin menulis betapa membosankannya Pemilu 2010 ini. Salah satu alasannya adalah tidak adanya keterhubungan dengan 'gambaran besar' masalah yang dihadapi. Aitkin mencontohkan kalau Australia memutuskan pembatasan imigrasi secara serius, dampaknya akan mengalami kekurangan tenaga trampil di berbagai bidang. Sementara tidak ada calon yang bicara soal investasi besar-besaran di bidang pendidikan untuk menghasilkan tenaga trampil tersebut.

Komunikasi Dua Arah
Koran lokal juga kebagian iklan para calon wakil rakyat yang memaparkan program dan mengundang konstituennya untuk mendatangi stand komunitas. Dengan demikian komunikasi para calon wakil rakyat tidak sekedar satu arah melalui media massa, melainkan interaktif langsung dengan calon pemilihnya.

Stand komunitas itu berlangsung pada pekan ini hingga pekan depan di berbagai pusat perbelanjaan di beberapa sub urban. Di sana para calon berupaya berinteraksi dengan konstituen dan calon pemilih atau setidaknya mereka membagikan pamflet berisi program mereka.

Di samping itu, para wakil rakyat juga mengiklankan kotak pos, alamat email dan website mereka. Dengan begitu, calon pemilih bisa mengangkat berbagai isu penting.

Tidak ketinggalan berbagai kelompok penekan (pressure group). Seperti Love 40 Percent yang mengangkat isu perubahan iklim dengan sasaran A.C.T. Berkomitmen mengurangi 40 persen tingkat karbon di tahun 2020. Kelompok-kelompok penekan ini lebih intens berkomunikasi langsung dengan wakil rakyat maupun calonnya, ketimbang turun ke jalan dengan unjuk rasa.

Sebuah Kewajiban
Mungkin salah satu alasan kurangnya hiruk pikuk Pemilu di Australia adalah karena memilih adalah sebuah kewajiban. Menjadi sebuah keharusan bagi warga negara Australia yang berusia dewasa (18 tahun ke atas) dan yang berhak memilih untuk mendatangi TPS pada Pemilu Federal. Mengingat Pemilu negara bagian biasanya digabung dengan Pemilu Federal, maka calon pemilih tidak bisa mengelak untuk tidak memberikan suaranya. Namun dengan Pemilu yang bersifat rahasia, calon pemilih bisa saja merusak surat suara.

Ketidakhadiran di TPS bisa berbuah hukuman, mulai dari sekedar denda, melakukan pelayanan pada masyarakat sampai hukuman kurungan kalau tidak mampu membayar denda yang besarnya mencapai 100 dolar Australia. Karenanya, Pemilu di Australia biasanya diadakan di hari Sabtu atau Minggu, sehingga tak ada alasan bagi warga yang bekerja untuk menunaikan kewajiban memberikan suara mereka.

Karena memilih menjadi sebuah keharusan, tak perlu perlu lagi dana kampanye untuk mengerahkan pemilih mendatangi TPS. Tampaknya keharusan ini juga dipandang positif untuk mengurangi politik uang dalam Pemilu.

Lebih dari itu, bagi pendukung Pemilu sebagai sebuah kewajiban, ini kesempatan untuk melakukan pendidikan politik serta merangsang warga untuk lebih mendapat informasi. Yang pasti, tingkat partisipasi politik bakal tinggi sehingga menjamin pemerintah yang terpilih mewakili mayoritas penduduk, bukan individu-individu yang memilihnya. Dengan demikian pemenang Pemilu diharapkan akan mendapat legitimasi politik yang lebih besar. Tetap sebuah pesta demokrasi, meski tanpa hingar-bingar yang riuh reda.


* Penulis merupakan mantan wartawan yang kini menetap di A.C.T.
Canberra, 14 Agustus 2010