Wednesday, November 7, 2007

Perjalanan Dua Ton Galian Untuk Satu Gram Emas

CGK-SUB-Mataram; Senin, 12 Maret 2007

Setelah delayed 2 jam dari jadwal pk.8.25, Lion Air akhirnya terbang mulus
ke Surabaya. Semula transit 20 menit, menjadi 2 jam, telat makan pula. Baru
pk.15.30 WIB, JT640 take off dari Juanda.
Lepas dari wilayah udara Bali, bak kapas putih tebal melayang di udara,
angkasa Nusa Tenggara bagai negeri di awan.Mentari di ufuk barat tertutup
mega-mega.
Sementara itu jarak pandang di Selaparang Airport cuma 500 meter. Burung
besi ini mengitari Pulau Lombok sampai 'mati gaya'. Akhirnya JT640 mendarat
di bawah rinai gerimis.
Lalu bus membawa kami melintasi Lombok Barat ke Pelabuhan Kayangan di
Lombok Timur. Lengkaplah sudah, udara, darat, laut!
Ferry Persada menyeberangi Selat Lombok yang relatif tenang 1,5 jam ke
Pelabuhan Pototanu di Sumbawa Barat.
'Penderitaan' belum berakhir, masih perjalanan darat lagi. Kendati tidak
mulus2 amat, jalanan beraspal.
Sejam kemudian, dari balik gulita perbukitan terang lampu merkuri menyolok
dari kejauhan. Ini terasa kontras dengan kesahajaan cahaya putih neon dan
lampu pijar penduduk Desa Maluk yang kami tuju.
Ada gula ada semut, Tambang Newmont Nusa Tenggara (NNT) menarik investor
kost hingga hotel bergaya barat di desa pedalaman ini. Gaya sok modern yang
berbaur masyarakat lokal yang tertatih mengejar ketertinggalan.

Sumbawa Barat; Selasa, 13 Maret 2007
Usai sarapan di hotel, kami menuju Main Gate di Port Benette. ID
elektronik dengan pintu putar pengaman untuk memasuki Town Site.
Sampai makan siang, duduk manis mendengarkan presentasi.
All wheel drive bus made in USA membawa kami menuju mine site. Rompi & helm
wajib, meski cuma di Outlook View.
Dari ketinggian 350 meter di atas permukaan air laut, kami memandangi
'kerucut terbalik'
Ultimate Pit yang telah mencapai kedalaman minus 40 meter. Di tahun 2017
'cone' ini akan minus 450 meter! Belum apa-apa dibanding ultimate pit
Freeport, Grasberg di Timika yang bakal minus 1.000 meter!
Dengan prinsip pengungkit berulir turun, takik-takik khas open pit
mengerucut ke tangkapan air dengan warna indah hijau tourquise. Sebuah
keindahan dari cemaran
air Copper Dioxide.
Di sini mulai perjalanan panjang setiap gram tembaga dengan mineral ikutan
yang lebih berharga, emas dan perak. Untuk mendapatkan satu gram emas,
paling tidak dibutuhkan 2,5 ton bijih (rata-rata 0,4 gram per gram data
Newmont Nusa Tenggara, 2007).
Kerja dimulai dari alat berat penggaruk (shovel) dengan 'rajin menggaruk
punggung' bukit bebatuan, lantas mengisi haul truck dg batuan yang
mengandung bijih mineral (ore). Truk ini mampu membawa 240 ton bijih. Tak
heran kalau ban-nya setinggi tiga meter,yg senilai dengan harga satu mobil,
US$ 15.000.
Dari produksi 600-800 ribu ton galian, bijih cuma 1:3 batuan buang (waste).
Setelah analisa, batuan diberi bendera.
Batuan buang disingkirkan untuk kemudian ditimbun (reklamasi) dengan tanah
sub soil dan lapisan humus top soil. Bijih kualitas menegah dan rendah
ditimbun di stockpile.
Crushing & Grinding
Sedang bijih kualitas tinggi (high grade) langsung menuju gyratory crusher
untuk diremukkan.
Dari sini apron feeder mengumpan ke 5,6 kilometer ban berjalan yang
mengangkut bijih kualitas tinggi ke 'pabrik' (mill). Ini sebuah bangunan
semi terbuka yang singkat kata kerjanya menggerus bijih dari kerikil
(coarse)hingga pasir lembut menjadi partikel bijih.
Flotasi
Produk ini diolah dalam sirkuit flotasi rougher-scavenger, masuk polishing
mill lalu ke sirkuit flotasi cleaner dengan bahan kimia (reagent)yang
'memilah' dengan mengapungkan partikel mineral berharga menjadi konsentrat
emas, perak dan tembaga.
Proses ini berulang dalam 10 tangki besar sel flotasi hingga kandungan
mineral berharga yang sudah rendah sekali dinamakan tailing yang bakal
menjadi limbah.
Tailing
Dari saluran tailing, masuk tangki deaerasi, pemipaan tailing mendapat
tambahan air lalu masuk pipa bawah laut menuju palung laut dalam.
Sementara konsentrat masih menjalani proses filtrasi sebelum disalurkan
melalui pipa ke pelabuhan di pantai untuk dikapalkan, yang notabene
sebagian besar langsung diekspor.
Ini pun masih ada proses selanjutnya beruba peleburan (smelting).
Benar-benar sebuah perjalanan panjar yang menguras batuan, energi, dan air
yang semuanya mengobrak-abrik perut bumi pertiwi.