Sunday, June 17, 2007

Adil dari Pikiran

Di akhir kunjungannya di Brasilia 13 Mei 2007, Paus
Benediktus XVI menyatakan, "Kekristenan tidak
dipaksakan oleh budaya asing. Kristen adalah
penyelamat (penduduk asli benua Amerika) yang sudah
dinanti..."
Oalah, apakah Paus tidak menonton film The Mission?
Apakah Paus lupa kolonialisasi dengan semboyan 3 G
(Gospel Gold Glory)?
Padahal 15 tahun lalu, di Republik Dominika 1992,
Paus Yohanes Paulus II memohon maaf pada penduduk
asli Amerika yang telah menderita akibat
kolonialisasi Spanyol.
Jelas ini bukan perkara kecerdasan, tapi ada asumsi
di benak terdalam.
Berbagai asumsi 'hidup' dalam masing-masing pikiran
kita. Patutnya berbagai pemikiran mengasah benak,
agar tercipta kesadaran kritis untuk tidak
memonopoli kebenaran.
Dengan demikian kita bisa bertindak adil sedari
pikiran.

Jakarta, akhir Mei 2007

Monday, June 11, 2007

Triangular Love

"Kalau bisa beli sate, kenapa harus pelihara kambingnya?" begitu jawaban seorang sobat tentang perkawinan.
Masalahnya bukan soal norma atau moral. Tapi jawaban itu menggelitik ketidakpahamanku.
Ini mengingatkanku pada 'tesis' Sternberg tentang Triangular Love dengan 'kaki-kaki' intimacy, passion & commitment. Itu mengasumsikan dengan ketiga kakinya, cinta akan berdiri kokoh.

Tanpa 'kaki' passion, keintiman dan komitmen hanya akan menjadi Cinta Platonis.
Tanpa 'kaki' commitment, gairah dan keintiman hanya akan menjadi cinta buta tanpa ikatan.
Tanpa 'kaki-kaki'
commitment & intimacy, gairah hanya akan memabukkan menjadi infatuation.
Bagaimana cinta Anda?

Jakarta, 8 Juni 2007

Sunday, June 10, 2007

Tanpa Televisi

Theodor Adorno pernah menyebut televisi sebagai media
terbesar. Namun dedengkot Mazhab Frankfurt ini melihat
televisi salah satu pencipta kebutuhan (demand create)
yang memabukkan.
Dengan kesadaran kritis seperti itu, aku memilih hidup
tanpa televisi sejak tinggal di kost.
Bagiku televisi sebuah barang yang 'egois', yang gak
bisa 'disambi'.
Televisi menyedot perhatian tanpa mau 'dialihkan'.
Tidak seperti radio, telivisi tak bisa ditonton sambil
membaca, menulis atau pekerjaan serius lain.
Paling-paling nonton televisi sambil menguyah,
yang sama-sama konsumtif.
Maaf, terlebih tayang televisi di Indonesia khas
tayangan 'instan' gak perlu 'mikir', cenderung
komersial, mengumbar nafsu kaya, seks dan darah, kalau
tidak mengekspos gosip.
Tak banyak pengetahuan apalagi pencerahan yang bisa
diharapkan dari tayangan televisi.
Mungkin ini juga bagian 'wathon beda'-ku (kelihatan berbeda)
yang tak suka ikut arus.
Yang jelas ini adalah sebuah pilihan!
Jakarta, 8 Juni 2007

Natural Hot Spring

Berendam di air panas merupakan 'hobi mewah' bagiku.
Dengan meluangkan waktu khusus perjalanan 2-3 jam
dengan tiket bus Rp 30 ribu plus losmen Rp 100 ribu,
kudapatkan sebuah 'kolam rendam pribadi' di dalam
kamar di Cipanas, Garut.
Benar-benar sebuah kemewahan. Betapa tidak, air
panas alam mengalir nyaris 24 jam. Benar-benar
berlimpah, meluber keluar pipa paralon pembuangan.
Sementara air bersih demikian susah dan menjadi
'barang mewah' bagi 1/2 penduduk dunia saja.
Ternyata Cipanas ini memang desa sumber air panas
alam yang berkelimpahan.Kecamatan Tarogong Kaler
ini bertetangga dengan Pembangkit Listrik Panas Bumi
(PLTP/geothermal) Kamojang dan Darajad.
Namun sumber daya berlimpah tak menjamin penduduk
sejahtera, sebuah kesalahan pada struktur!
Harusnya sumber daya cukup dibagi bagi semua, kalau
tidak ada yang serakah (baca korupsi) atau struktur
yang adil dan menjamin kesejahteraan bagi semua.

Cipanas - Garut, 1-2 Juni 2007

Monday, June 4, 2007

Loner Traveller

Bepergian sendiri dengan backpack, mengikuti kata hati, memanjakan mata, benar-benar sebuah 'kemewahan tersendiri' baik dari waktu maupun nilai materi. Mengingat hanya orang yang tak lagi berkutat semata dengan urusan perut, yang bisa bepergian.
Tak hanya melapangkan daya jelajah, bepergian juga meluaskan jangkauan pengetahuan dan pengalaman. Seperti charger, bepergian mengisi ruang-ruang kosong hati untuk memulihkan kejenuhan bekejaran dengan waktu.
Meski di mata orang kampung, loner traveller terlihat aneh, namun tidak ada gangguan yang berarti untuk bepergian sendiri bagi perempuan di Indonesia dan Asia umumnya. Hati kecilku bersedih untuk perempuan Timur Tengah dan kepercayaan yang melarang perempuan keluar ke arena publik sendirian. Betapa hak dasar untuk bepergian dengan aman mereka terampas beserta dengan potensi untuk menyerap pengetahuan dan pengalaman baru. Menyedihkan! Semoga perempuan Indonesia tetap memiliki kemerdekaan untuk bergerak sekehendak
hatinya.

Garut - Sabtu, 2 Juni 2007