Menyongsong fajar kami duduk manis di bangku depan, Dedek sudah membawa Starlet-nya memasuki pintu tol Baros ke arah Kopo. Keluar tol menuju Soreang, menyusuri jalan raya padat menuju Ciwidey yang mulai menanjak. Melewati Pasir Jambu, kepadatan perkotaan berganti suasana pegunungan nan hijau menghimbau dengan kabut tipis di tiap tekuk liku jalannya.
Perhentian pertama di Kampung Strawberry, yang cottage-nya sudah fully-booked dan restorannya belum buka. Akhirnya kami cuma 'sarapan' secangkir bandrek untuk menghangat perut yang kosong sedari pagi. Langsung menuju Situ Patengan sembari jelalatan mencari penginapan yang asyik.
Situ Peateng-atengan, tempat mengangan-angan sang pujaan hati, sebuah legenda yang membalut telaga dengan pulau cinta-nya.
Kembali ke arah Rancabali, Cottage Walini dan Resort Patuha penuh. Kami berkejaran dengan mentari sebelum makin tinggi menuju Kawah Putih. Danau kawahnya putih kehijauan tosca nan menawan, sebuah warna harapan di penghujung tahun.
Lewat tengah hari, hawa panas kian intens kami melepas lelah dan makan siang di saung Sindang Reret tak jauh dari sawah dengan padi yang berbulir menjelang menguning. Suasana pedesaan terasa lengkap dengan gaya baju petani pramusaji yang membawakan makanan dengan rantang jadul dan wadah keramik tanah liat beralaskan daun dan membawa kembali dengan pikulan khas petani. Di tengah lapangan rumput yang hijau asri, ada beberapa pasang enggrang dan peralatan lomba sandal teklek. Santai dan ceria dengan anak-anak bermain.
Sementara mendengar kata pantai, kuping Dedek sudah berdiri dan keukeh ke selatan. Tanpa ada pompa bensin dan uang tunai cukup, kami terpaksa turun lagi ke Soreang ke ATM BRI.
Isi bensis sudah azar, hari cerah untuk melewati tanjakan demi tanjakan selepas Situ Patengan dengan perkebunan teh menghijau sejauh mata memandang hingga selepas Cibuni. Menuruni lereng curam dari kejauhan cucuran air putih curug menghiasi gigir bukit hijau. Sesekali mendung menggantung dengan cahaya mentari bak stairway to heaven di kejauhan di balik bukit, seakan mengatakan selalu ada harapan di balik awan kelam.
Usai 'memberi minum' pada radiator yang mulai kepanasan, bak bekejaran dengan kelam malam, kami menyongsong gemilang senja keemasan di ufuk barat. Begitu rona magenta semburat menghias angkasa, kami 'dipatahkan' jalanan bak kubangan kerbau kilometer enam dari Kecamatan Cidaun. Turun dari ketinggian Cimeang, nyiur pantai masih terlihat melambai-lambai di tengah kegelapan senja. Sayang jubah malam segera mengambil alih petang dengan mendung kelam.
Melewati jembatan balley, jalan menuju pantai riuh reda. Melewati gapura pembayaran tiket dan parkir, bau amis dari perahu nelayan yang berjajar dan tempat pelelangan ikan meruap. Tidak ada pilihan, makan malam new year eve kami bakso kampung dengan mie instan. Penginapan pantai penuh dan pantai terlalu ramai dengan panggung dangdut, kami kembali ke Cidaun dan 'mendamparkan diri' di penginapan kampung Putra Abadi.
Alam berbelas kasihan, menyibakkan mendung dengan sejuta bintang yang gemerlap menghias malam tahun baru. Rasi Orion bermegah di puncak kepala dan si jewel box yang cemerlang dipandang dengan mata telanjang. Benar-benar malam nan indah.
Ciwidey-Pantai Jayanti, 31 Desember 2008
Monday, January 19, 2009
Ciwidey-Kawah Putih-Situ Patengan-Pantai Jayanti
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment