Sunday, February 3, 2008

Anak Berkelahi dengan Waktu

Hujan lebat siang menjelang sore hari masih menyisakan rinai gerimis di
senja ketika aku turun bis dengan jaket bertudung kepala anti air.
Cuma mengenakan topi dan rompi sponsor koran di balik seragam merah-putih
SD-nya, anak-asuh kami giat mengacungkan Kompas update edisi siang yang
dibungkus plastik. Sebagian pakaiannya tampak basah atau mungkin sudah
mengering di badan.
Melihatku menyeberang ke arahnya, Rizka menepi ke taman. Tak jauh dari
abangnya, Rizki yang sudah drop-out sepeninggal ayahanda mereka.
Kutanya sikap guru kelas yang kemarin kutemui, ternyata beliau tidak masuk.
Ia bicara ceplas-ceplos antara malu dan cuek yang sulit kuterka.
Ketika kuulurkan sebungkus nasi dengan lauk dan Choco Cruch 'sisaku' dari
kantor. Ia menjawab, itu enaknya dengan susu.
Aih, mana ada anak jalanan mengerti Choco Cruch? Kian kuyakini, anak
terpelajar ini terdidik, mungkin juga oleh iklan televisi.
Lalu kuceritakan kalau tadi Bu Khotimah dulu juga guru Dodo, abang sulung
Rizka. Bu guru ini memuji, kalau Dodo paling pintar di antara tiga
bersaudara yang sekolah di SDN Kenari 05.
Tanpa pretensi apa-apa, kutanyakan Dodo di mana.
"Meninggal. Typhus," jawab Rizka polos dan lugas.
Tampaknya orang miskin tidak boleh sakit di remuk republik ini. Typhus yang
bisa diobati berujung kematian di jantung ibukota begini, apalagi di
pelosok negeri?
Kemiskinan dan keterpaksaan pula mendamparkan Rizka siang sampai petang
berbasah-kuyub atau bermandikan peluh terik mentari. Belum lagi ia musti
menghirup asap knalpot yang tak sepenuhnya bebas timbal.

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu....

Tugu Tani - Jakarta, 30 Januari 2008

No comments: