Dalam "Interests, Ideas and Islamist Outreach in
Egypt", Carrie Rosefsky Wickham menggambarkan
mobilisasi kelompok reformis Islam seperti
Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood) di wilayah
Sha'bi, Mesir.
"We read what we respect - religion only... Novels
and others nonreligious books can be read as long
as they don't contain anything agaist religion -
stories about sex are forbidden, for example,"
kata perempuan yang Wickham wawancarai.
Wickham menulis Islamis Mesir mempertahankan
keyakinan akan eksistensi kebenaran dengan 'Truth'
yang memisahkan diri dari yang lain.
"We isolate ourselves from bad people," kata mereka.
Meski tidak secara fisik, isolasi ini membentuk
eksklusivisme dan menampik (monopoli) kebenaran
dari luar.
Ini bisa menjadi kekerasan simbolik yang dalam
bahasa Mas Ichsan dapat sejengkal lagi sebagai
pembenaran menjadi kekerasan fisik.
Di 1992 Wickham mengutip koran Akhir Sa'a menyebutkan
beberapa masjid di Kairo Besar dan Mesir Atas
mengeluarkan fatwa yang melarang fotografi, musik,
film dan televisi.
Sepanjang 1980-1990 kaum radikal bahkan membom toko
video, klub malam dan tempat tetirah yang dipandang
mendorong dekadensi moral.
Jakarta, 23 Juni 2007
Dari bahan kursus "Aktivisme Islam sebagai Gerakan Sosial"
Monday, July 16, 2007
Symbolic Violence
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment