Saturday, May 12, 2007

Penghasil Beras Terbesar di Dunia

Mencermati Dahsyatnya Kemajuan Sektor Pertanian Cina

JAKARTAChang Jiang (sungai panjang) begitu penduduk lokal menyebutnya. Itulah Sungai Yangtze, sungai terpanjang di Cina dan sungai nomor tiga terpanjang di dunia setelah Sungai Amazon di Amerika Selatan dan Sungai Nil di Afrika.
Dengan panjang 6.380 kilometer, Sungai Yangtze setara dengan enam kali panjang Pulau Jawa. Di samping sebagai irigrasi, setiap tahun sungai ini membawa berkah endapan tanah lumpur subur yang mengukuhkan Cina sebagai penghasil beras nomor satu di dunia.
Saat ini saja 35 persen beras dunia dihasilkan oleh negeri dengan penduduk lebih dari satu miliar itu. Belum lagi kalau tiga dam besar yang dibangun sejak tahun 1994 akan selesai pada tahun 2009.
Negeri yang pernah dijuluki Tirai Bambu itu jelas bakal menjadi tantangan nyata bagi
Indonesia, juga di sektor pertanian. Bukan saja irigrasi teknis yang krusial, tiga dam besar Sungai Yangtze akan meningkatkan produktivitas pertanian, kapasitas transportasi dan menyediakan listrik setara dengan 18 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
“Ini proyek yang luar biasa.
Ada tiga kanal yang akan dibangun, terutama untuk membendung desertation (penggurunan). Tapi memang Cina berhasil. Salah satu contoh produksi beras terbesar di dunia, kan Cina sekarang. Nomor dua India. Kita sendiri nomor tiga,” kata Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Cina, Aa Kustia, dalam percakapan dengan SH usai diterima Presiden Megawati di Istana Negara, Jakarta minggu lalu.
Belum lagi upaya intensif Pemerintah Cina untuk meningkatkan teknologi, termasuk di bidang pertanian. Dubes Aa Kustia menyebutkan Cina berhasil dalam riset seperti padi hibrida. “Padi hibrida dalam satu hektar bisa menghasilkan sampai 10 ton (padi). Bahkan dalam suatu percobaan, bisa menghasilkan sampai 14 ton,” ujar Aa Kustia.
Tak pelak kalau Indonesia harus belajar dari Cina. Seperti kata pepatah belajar sampai ke negeri Cina.
Untuk itu Indonesia perlu bekerja sama dengan Cina dalam perberasan. Dubes Aa Kustia menyebutkan wujud kerjasama itu di Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah berhasil. “Mudah-mudahan dengan kerjasama ini, produksi beras kita juga meningkat,” harap Kustia.
Ia mengungkapkan Cina juga berhasil dalam budi daya dan produksi tebu, terutama di Guang Xi. Bahkan, katanya, investor
Indonesia turut menanamkan modalnya di sana.
Sekarang saja, Cina sudah sedemikian digdaya dalam sektor pertanian khususnya perberasan. Apalagi nanti kalau tahun 2009 tiga dam besar itu rampung dengan segala kedahsyatannya.
Kendati demikian, secara diplomatis sang dubes tidak menganggap Cina sebagai ancaman bagi
Indonesia. Menurutnya, itu tantangan buat Indonesia untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pertanian kita.

Diversifikasi Pangan
Di samping itu, Aa Kustia menilai
Indonesia masih mengimpor beras karena konsumsi beras kita yang sangat tinggi. Ia menyebutkan 135 kilogram per orang per tahun, sementara Cina hanya 92 kilogram per orang per tahun dan India hanya 77 kilogram per orang per tahunnya. “Tapi kita semua makan beras, jadi tinggi. Tapi diversifikasi kita ke terigu juga tidak bisa, karena kita mengimpor. Salah satu contoh di Cina, saya berkunjung ke kota kecil lalu dijamu oleh walikota. Yang disuguhkan kepada saya ubi dan talas, karena itu makanan mereka dan mereka tidak malu,” tutur Kustia.
Lebih lanjut ia menyebutkan rakyat Cina di utara jarang makan nasi, melainkan mie.
Sementara rakyat Cina di selatan lebih banyak makan nasi, sehingga ada diversifikasi pangan.
Lebih jauh, sebagai duta besar di Cina, Aa Kustia memandang unsur etos kerja turut berperan dalam keberhasilan, terutama di sektor pertanian ini. Ia melihat etos kerja ras kulit kuning ini luar biasa. “Saya harus akui memang orang Tionghoa luar biasa bekerja. Salah satu contoh, kalau bekerja mereka bekerja, kalau istirahat ya istirahat. Ini challange buat kita. Kalau bahaya, kalau kita tidur ya bahaya kan.
Yang penting kita bangun, bagaimana kita bangun menghadapi challange itu,” tandas Aa Kustia.
Semoga pemerintah
Indonesia ke depan benar-benar melihat tantangan ini. Semoga pemerintah bangun dan siap menghadapi tantangan.

Sinar Harapan edisi Senin, 09 Agustus 2004

1 comment:

Anonymous said...

Mega, kalau cuma mem-posting tulisan-tulisanmu yang sudah diterbitkan di Sinar Harapan, ya ga ada nilai lebihnya dong .. belum berencana jadi fulltime blogger?