Saturday, May 12, 2007

Balada Bayi Zulkifli

Orang Miskin Dilarang Sakit

JAKARTA – Bayi Muhammad Zulkifli dari pukul 09.00 WIB sudah berada di Puskesmas Pinang Ranti, Jakarta Timur. Dalam kondisi seluruh badan ‘menguning’ (berwarna kuning), pasangan Husein-Lailasari sebagai orangtuanya membawa Zulkifli ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
Ditolak, Zulkifli ‘dilarikan’ ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jalan Diponegoro Jakarta Pusat. Di rumah sakit rujukan nasional ini pun Zulkifli ditolak, sehingga dibawalah ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto di kawasan Senen Jakarta Pusat.
Di sini, menurut orangtuanya, dokter setempat bertanya, berani nggak bayar Rp 700.000 per hari? Lantas alasan klise pun muncul, ruangan penuh.
Dari arah utara, Zulkifli yang cuma berbobot 1,4 kilogram itu terpaksa ‘dilarikan’ ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintoharjo. Lalu ke arah barat Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita.
Menjelang petang tak membuahkan hasil, Zulkifli yang lahir prematur itu kembali dibawa ke arah timur. Kali ini Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (RS UKI) pun menolaknya.
Total enam rumah sakit menolak anak buruh proyek itu. Sampai akhirnya Rumah Sakit Ibu Bersalin (RSIB) Harapan Bunda, di Jalan Raya
Bogor, Ciracas, Jakarta Timur yang menerima untuk merawatnya.
Alhasil Menteri Kesehatan (Menkes), Siti Fadilah Supari gerah, lalu memanggil direksi enam RS itu ke kantornya. Ternyata Menkes cuma meminta para direksi RS lebih manusiawi dengan tidak menolak pasien seperti kasus Zulkifli.

Cacat Bawaan
Jelas kasus penolakan pasien miskin ini bukan pertama kalinya. Tahun lalu, bocah balita (bawah lima tahun) Siska Yulia ditolak RS Ananda, di Jalan Raya Sultan Agung Km 28, Medan Satria, Bekasi. Orangtuanya, Daswin dan Siti Maemunah tidak mampu menyediakan uang kontan Rp 1 juta untuk biaya perawatan.
Juni lalu bayi prematur yang lahir dengan kondisi tidak normal juga ditolak di RSAB Harapan Kita. Lagi-lagi alasan klise tak ada ruangan.
Yang lebih mengenaskan bayi Anis Syamsuddin warga Karet Pasar Baru Barat I yang lahir dengan bobot 1,8 kilogram di tempat bidan tanggal 2 Juni lalu. Bidan melarikannya ke Puskesmas Karet yang kemudian dirujuk ke RSCM, pasalnya terlahir dengan cacat bawaan usus di luar. Itu pun RSCM menolak merawatnya dan dua hari kemudian bayi malang itu menghembuskan napas terakhir.
Mengutip SK (Surat Keputusan) Dirjen Bina Pelayanan Medis, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta menyatakan rumah sakit tidak boleh menolak pasien gawat darurat. Menurutnya, lahir dengan usus di luar itu tidak usah dilihat, jelas darurat.
”Terus terang saya sudah bosan dengan penolakan rumah sakit seperti ini. Kita secara hukum ingin meng-KUHP-kan, sebab itu melanggar Pasal 304 juncto 306 ayat 2 menelantarkan pasien kedaruratan sehingga mengakibatkan kehilangan nyawa. Itu juga melanggar Undang-Undang Konsumen,” ujar Marius kepada SH yang menghubunginya di Jakarta, Kamis (28/7).
Namun dokter yang aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu tidak akan melayangkan tuntutan sendiri. Bersama sejumlah LSM, Marius akan membentuk aliansi untuk melakukan upaya hukum terhadap kasus-kasus penolakan pasien oleh rumah sakit tadi.”Kalau tidak, ini didiamkan, akan ada kejadian terus-menerus seperti ini,” tegas Marius.
Memang tidak cukup teguran atau sekedar peringatan memanggil direksi rumah sakit. Harus ada upaya konkret agar peristiwa tragis ini tak terulang. Jangan seperti judul buku, orang miskin dilarang sakit!

Sinar Harapan edisi Jum'at, 29 Juli 2005

No comments: