Aku memahami kematian sebagai keterpisahan secara fisik belaka. Wadag, badan kasat yang meninggalkan jiwa, melepas keterkungkungan dalam raga yang lemah. Sementara jiwa abadi, kendati aku tak paham dia di mana.
Ketidakhadiran fisik yang bisa disentuh, dicum, dibaui, dilihat, didengar apalagi dipeluk dan dibelai dengan panca indra, memang tak mudah diterima. Ada semacam 'keterlemparan' dari hiruk-pikuk dunia menghadapi keterpisahan fisik ini.
Namun keterpisahan menjadi pilihan yang jauh lebih baik daripada sebuah kebersamaan dalam penderitaan dan kesakitan salah satu di antara kita. Kematian melepas rasa sakit, menghentikan penderitaan menjadi pelepasan yang melegakan. Terkadang Thanatos menjadi demikian indah mempesona daripada hidup yang berlumpur penderitaan tak tertahankan. Namun inilah dharma, bertahan hidup dalam kebaikan.
Perpisahan dengan Mama Uwe
RIP 13 Februari 2007
Ketidakhadiran fisik yang bisa disentuh, dicum, dibaui, dilihat, didengar apalagi dipeluk dan dibelai dengan panca indra, memang tak mudah diterima. Ada semacam 'keterlemparan' dari hiruk-pikuk dunia menghadapi keterpisahan fisik ini.
Namun keterpisahan menjadi pilihan yang jauh lebih baik daripada sebuah kebersamaan dalam penderitaan dan kesakitan salah satu di antara kita. Kematian melepas rasa sakit, menghentikan penderitaan menjadi pelepasan yang melegakan. Terkadang Thanatos menjadi demikian indah mempesona daripada hidup yang berlumpur penderitaan tak tertahankan. Namun inilah dharma, bertahan hidup dalam kebaikan.
Perpisahan dengan Mama Uwe
RIP 13 Februari 2007
No comments:
Post a Comment