Tuesday, April 24, 2007

Hotel Rwanda

Tahun 1994 aku baru lulus sarjana dari Universitas Airlangga, sibuk mulai bekerja dengan berbagai kegiatan yang tidak ada habisnya, Tutsi massacre lewat begitu saja di benakku, seperti berita lainnya, tidak menggoncang. Pembantaian itu sekedar 'pengetahuan' nyaris tanpa emosi yang bergolak.
Jujur saja, Afrika 'terlalu jauh' (dari unsur proximity berita) dan persoalan bangsa ketertindasan di dalam negeri lebih menyita energi, emosi dan pemikiran di bawah rejim opresif Orde Baru.
Hotel Rwanda, kejadian 11 tahun lalu 'mengaduk-aduk' emosiku di bangku 21 TIM Cineplex. Film ini bahkan mengingatkan pafa 'kekejian' bangsaku terhadap rakyat Timor Leste. Mea culpa, mea culpa... dengan bahu terguncang aku menangisi Rwanda/Tutsi, Timor Lorosae dan negeri-negeri yang tercabik-cabik ketololan hatred.
Aku merasa turut bersalah 'ambil bagian' dalam sejarah hitam ini dengan 'kediaman'. Tanpa berbuat sesuatu, tanpa teriak dan sebagainya bukankah kita setengah setuju dengan semua kejadian bengis itu?
Apalagi aku 'terbang' bersama observers asing dari Dili ketika milisi yang mendapat back up (langsung tak langsung) TNI membumihanguskan Dili dan sekitarnya. Betapa pengecutnya?!
'Penerimaanku' terhadap Gutteres adalah bagian dari 'penebusan' rasa bersalahku. Meski beberapa bulan, setidaknya aku pernah 'memperjuangkan' nasib dan empati terhadapnya. Mungkin nothing, tidak berarti.

Jakarta, mid 2005

No comments: