Badan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan lebih dari satu miliar orang di dunia mengalami kelaparan. Berarti tiap 1 dari 6 orang di bumi tidak cukup mendapatkan pangan. Benarkah dunia mengalami kekurangan pangan?
Sebetulnya yang terjadi adalah ketidakmerataan dan ketidakadilan yang dilanggengkan oleh sistem dan struktur. Pasalnya penulis kerap menyaksikan dengan hati pedih, roti segar (dalam jumlah banyak) yang dibuang begitu saja ke tempat sampah.
Ini karena sistem ekonomi di negara-negara maju menempatkan roti segar sebagai produk unggul. Untuk menjaga 'kesegaran' itu, roti harus keluar dari pemanggang di hari yang sama. Dengan demikian, produk yang tidak habis terjual hari itu akan terdampar di tempat sampah atas nama 'kesegaran'.
Cara-cara untuk 'menyelamatkan' roti dengan diskon di penghujung hari, itu bertentangan dengan sistem ekonomi yang menempatkan 'kesegaran' sebagai produk unggul.
Mendermakan roti segar begitu saja, ternyata 'dibayangi' tuntutan apabila yang memakannya mengalami gangguan kesehatan. Maka orang-orang macam Stanislawa Dabrowski adalah 'pahlawan penyelamat' setiap potong roti segar bagi yang membutuhkan.
Nenek 84 tahun yang akrab disapa Stasia ini berkeliling suburb Canberra untuk mengumpulkan roti segar yang disumbangkan pemilik gerai. Ia mengolahnya untuk disajikan dengan sup yang ia masak bagi para tuna wisma dan orang-orang yang membutuhkan.
Tentang Stasia bisa Anda baca di halaman Profil Harian Umum Sinar Harapan edisi Rabu, 13 Oktober 2010.
Friday, November 12, 2010
“Menyelamatkan” Tiap Potong Roti Bagi Yang Membutuhkan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment