Friday, November 12, 2010

Menulis Ulang Guru-guru yang Memberi Inspirasi Hidupku

Surya bersinar

Udara segar

Terima kasih ...


Bu Maria

Sepotong lagu Taman Kanak-kanak (TK) ini mengingatkanku pada sosok perempuan ramping, tinggi semampai dengan kacamata menghiasi wajah cantik yang murah senyum. Suaranya dan nada bicaranya lembut, memberi kesan sabar. Dialah guru pertama dalam hidupku, guru dalam arti sebenarnya di sebuah sekolah formal.

Hanya sepotong nama Bu Maria yang kuingat dengan baik. Namun jauh sebelum hari pertama sekolah dalam sejarah hidupku, nama itu sudah kudengar dari para orangtua murid, paman bibi serta kakakku yang pernah menjadi muridnya. Karenanya, dia menjadi semacam garansi rasa aman pada hari pertamaku sekolah. Ketika hampir seisi kelas anak sebayaku mulai menangis saat pintu kelas dengan tegas ditutup oleh Bu Maria, aku merasa baik-baik saja.

Sejak saat itu hingga 20 tahun sejarah diriku mengenyam pendidikan formal, sekolah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Meski terkenal sulit bangun pagi sejak kecil, namun sekolah tetap bukan sebuah keterpaksaan.

Sekolah merupakan suatu 'dunia' yang menarik bagiku sejak TK, salah satunya karena memiliki guru yang penyabar seperti Bu Maria. Yang masih teringat adalah guru TK saat itu masih harus melakukan potty training (mengajari bocah buang air ke toilet), sikat gigi dengan benar, membagikan ransum kacang hijau dan lain-lain.

Andai semua guru seperti Bu Maria, sekolah akan menjadi tempat yang nyaman.


Bu Budi

Dia adalah guru pertamaku di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Santo Joseph Lumajang, yang memperkenalkan padaku 'keindahan' dunia tulisan dengan mengajari membaca dan menulis. Saat itu ia memulai dengan mengeja “Iin Aan”, memenggal suku kata. Juga “ini Budi, ini ibu Budi” yang menjadi pelajaran membaca pertama saat itu.

Sosok kecil mungil dengan kulit sawo matang ini juga kulupa nama lengkapnya. Namun tak mungkin kulupakan jasanya yang membawaku pada dunia tulis-menulis saat ini.


Pak Saelan

Dia adalah guru dan wali kelasku di kelas V SDK Santo Joseph Lumajang. Ada satu pepatah Jawa darinya yang sampai saat ini melekat dalam benakku: ajur ajer (melebur dan menyatu, terjemahan bebas).

Bapak tiga anak yang mengayuh sepeda ke sekolah ini tidak menyembunyikan kesederhanaan hidup keluarganya dan pemahaman hidup gaya Jawa yang ia lakoni. Ia memperkenalkanku pada dunia filosofi Jawa melalui cerita pewayangan: Ramayana dan Mahabarata yang nantinya membawaku secara dini menyukai filsafat.


Guru Sastra SMA

Satu lagi guru yang memberi inspirasi dalam hidupku, sayang tak kuingat betul namanya. Ia merupakan guru muda yang rasanya hanya beberapa bulan sempat mengajar Sastra Indonesia di SMA Negeri 2 Lumajang. Konon ia merupakan adik penyair dan sastrawan terkenal.

Ia memperkenalkan dunia teater pada kami 'anak kampung' yang saat itu belum pernah menonton teater secara live. Di kelas ia mengajari mengapresiasi Teater Gandrik – yang tampaknya ia pernah bergabung.

Tidak sebagaimana guru yang sekedar mencurahkan ilmu dari buku teks, ia membawa dunia sastra dan teater dengan emosi dan kecintaannya yang membuat kami terpesona pada dunia peran.

Pada intinya guru-guru ini tidak sekedar mengajar dan menularkan ilmu pada anak didiknya. Lebih dari itu guru-guru ini membagikan seni menghadapi 'sekolah kehidupan' yang lebih luas.

Sayang sampai saat ini aku tidak mengetahui nama lengkap dan kabar berita mereka. Semoga dengan tulisan ini, setidaknya aku mengapresiasi yang sudah mereka 'wariskan' (legacy). Besar harapanku, mereka dalam keadaan sehat walafiat dan sejahtera.


Terima kasih seribu

Oh terima kasih seribu

Pada Tuhan Allahku

Oh pada Tuhan Allahku

Aku bahagia karena dicinta

Terima kasih


* Tulisan asli awalnya dimaksudkan untuk diterbitkan menjadi buku oleh sebuah LSM Pendidikan
.

No comments: