Oleh: Mega Christina**
Di luar negeri banyak konsep rumah aman gempa, mulai dari yang unik berbentuk trapesium hingga rumah kubah yang lucu seperti di tayangan anak-anak Teletubies. Namun sebenarnya banyak rumah tradisional Indonesia yang terbukti aman dari gempa, seperti rumah Gadang di Sumatera Barat, omo sebua di Pulau Nias serta banyak lainnya.
Masalahnya rumah-rumah tradisional itu sebagian besar terdiri dari balok tua dan kayu-kayu pilihan yang kini kian sulit didapat. Kalaupun kita bisa mendapatkannya, harganya bakal mahal dan sulit terjangkau masyarakat kebanyakan.
Memanfaatkan material modern yang relatif mudah didapat dengan rancangan cerdas sebetulnya telah dilakukan putra Indonesia, contohnya dari Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Surakarta. Sejak tahun 2004 ATMI membuahkan rancangan struktur logam yang dinamakan Smart Modula. Disebut cerdas, karena bangunannya bersifat rancang lepas knock-down terdiri dari modul-modul yang bisa ditambahkan. Lebih dari itu, bangunan ini aman terhadap gempa.
Pilihan Material
Sebagaimana ada petuah bijak mengatakan dirikan rumahmu di atas landasan yang kokoh, rumah aman gempa dimulai dari fondasi. Untuk menghindari kerusakan karena gerakan tanah yang disebabkan gempa, fondasi Smart Modula berupa beton umpak lubang berbentuk trapesium dan tidak terikat dengan fondasi umpak yang lain.
Bila terjadi gempa, gerakan tanah yang terjadi disalurkan lewat fondasi umpak tadi, yang kemudian diteruskan ke kolom (tiang) dan sloof/beam (balok). Fleksibilitas baru akan terjadi pada titik ini.
Untuk itu, kolom harus lebih kuat dari beam agar tidak roboh. Saat terjadi gempa, energinya diserap beam sehingga kolom tetap utuh. Maka rangka balok Smart Modula dipilih dari baja light lips. Sedang kolom berupa baja hollow square.
Di bagian rangka, sambungan antar bagian dibuat se-fleksibel mungkin. Tujuannya, supaya gerakan yang diterima oleh satu bagian tidak secara penuh diteruskan ke bagian lain. Smart Modula menggunakan sambungan mur-baut antara kolom dan beam. Jika ada gempa, gaya yang diterima kolom tidak secara penuh ditransfer ke beam. Begitu sebaliknya. Hal berbeda terjadi jika menggunakan sambungan model las atau beton, akan ada kemungkinan patahan di antara sambungan.
Itupun di bagian atas rangka bangunan masih perlu dipasang penguat di tiap sudutnya. Sambungan antar komponen bangunan yang tidak mudah lepas itu diperlukan pula untuk penyaluran beban energi gempa.
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan saat terjadi gempa, dinding seharusnya tidak berfungsi sebagai struktur dan tidak bersifat kaku (rigid). Dinding yang digunakan pada konstruksi Smart Modula sama sekali tidak berfungsi sebagai struktur, semata-mata partisi. Panel dinding Smart Modula tidak menempel 'mati' pada struktur, melainkan ada semacam celah (gap) yang memungkinkan adanya pergerakan. Ketika gempa terjadi, gerakan yang diterima kolom dan beam tidak terlalu memengaruhi panel dinding. Dengan demikian kemungkinan dinding roboh - seperti yang terjadi pada konstruksi konvensional - bisa diminimalisir.
Terjadinya korban gempa acapali akibat runtuhnya atap rumah, karena atap tidak kuat menahan goncangan yang diterima struktur di bawahnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah terlalu beratnya atap dan rangka atapnya. Maka Smart Modula menggunakan material seringan mungkin. Dengan rangka baja ringan (zincalume), beban yang diterima struktur bangunan jauh berkurang dibanding rangka kayu. Atap jenis ringan bisa dengan galvalum atau metal roof. Selain ringan, pemasangan atap tersebut diikat dengan baut ke rangka atapnya sehingga atap tidak mungkin jatuh.
Jatuhnya genteng (mlorot) banyak terjadi ketika gempa di Yogyakarta tahun 2006 lalu.
Presisi
Lebih dari semua itu, material rumah modern, sekalipun bermutu tinggi, membutuhkan proses pembangunan yang cermat dan teliti. Misalnya untuk baja beam, ketebalan proses galvanasi disyaratkan 120 mikron, baru kemudian dilapis dengan cat. Sedang untuk baja kolom butuh ketebalan proses galvanasi 90 mikron lalu finishing dengan cat. Pasalnya 'musuh' besi baja adalah karat.
Begitu juga dengan campuran untuk beton fondasi, perlu kecermatan dan ketepatan. Komposisi semen, pasir dan kerikil menggunakan perbandingan 1:3:5.
Ukuran material juga membutuhkan ketepatan (presisi). Misalnya baja kolom berukuran ukuran 75x75x3 yang memiliki kekuatan tarik 300 N per milimeter persegi.
Penghargaan terhadap proses mulai dari pemilihan material hingga pembangunannya menjadi kata kunci untuk sebuah rumah yang aman gempa. Alhasil menurut uji coba di Laboratorium Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Smart Modula bisa menahan goncangan gempa hingga 8 Skala Richter (SR). Fakta di lapangan, waktu terjadi gempa di Nias dengan kekuatan 8.5 SR dan mencapai Aceh sekitar 8.3 SR, Smart Modula tidak mengalami kerusakan struktur.
Kini Indonesia punya pilihan rumah aman gempa yang tidak hanya tradisional atau rumah konvensional, tapi juga rumah dengan bangunan modern hasil rancangan putra bangsa sendiri serta material yang relatif bisa diperoleh di dalam negeri.
* Tulisan ini merupakan bagian upaya Memasyarakatkan Rumah Aman Gempa di Indonesia
** Penulis adalah mantan jurnalis harian di Jakarta yang kini menetap di selatan Canberra
Monday, October 11, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment