Ini sangat pribadi, aku merasa sangat beruntung dan bersyukur mendapat beberapa oasis dalam fase-fase hidupku. Ketika memilih menjadi Katolik dan bertemu pastor serta komunitas yang
mendukung kepedulian sosial serta kebiasaan membaca dari awal. Pengaruh
positif dan oasis masa remajaku.
Berikutnya pergumulan dengan gerakan mahasiswa dan aspek politik dari Cacak sejak SMP, sehingga aku langsung 'tune in' ketika kuliah. Juga ketika bergabung dengan GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) yang inklusif dan gerakan kiri yang melakukan pengorganisasian dan advokasi.
Saat menjadi jurnalis, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) menjadi oasis yang tidak sekedar profesional, tapi juga organisasi perlawanan dan perjuangan melalui serikat buruh.
Lalu Madha (Mawas Diri Hanya Aksi) yang menjadi oasis mereguk energi baru di tengah rutinitas kerja.
Belum lagi berbagai institusi dan perkumpulan yang ikut aku bidani. Semua ini nyaris menjadi bagian telat kawin, saking keasyikan. Namun ini kusyukuri, karena setidaknya aku pernah demikian mencintai dan menjalani kepenuhan hidup.
Dari kengerian represi era Soeharto ke pergumulan radikal bawah tanah. Dari kekerasan pergerakan yang dingin rasional berikut kelembutan solidaritas dan percumbuan romantis. Aku betul-betul menjalani kepenuhan romantisme penindasan yang patut dikenang sepanjang hayat.
Jakarta, 18 April 2001
mendukung kepedulian sosial serta kebiasaan membaca dari awal. Pengaruh
positif dan oasis masa remajaku.
Berikutnya pergumulan dengan gerakan mahasiswa dan aspek politik dari Cacak sejak SMP, sehingga aku langsung 'tune in' ketika kuliah. Juga ketika bergabung dengan GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) yang inklusif dan gerakan kiri yang melakukan pengorganisasian dan advokasi.
Saat menjadi jurnalis, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) menjadi oasis yang tidak sekedar profesional, tapi juga organisasi perlawanan dan perjuangan melalui serikat buruh.
Lalu Madha (Mawas Diri Hanya Aksi) yang menjadi oasis mereguk energi baru di tengah rutinitas kerja.
Belum lagi berbagai institusi dan perkumpulan yang ikut aku bidani. Semua ini nyaris menjadi bagian telat kawin, saking keasyikan. Namun ini kusyukuri, karena setidaknya aku pernah demikian mencintai dan menjalani kepenuhan hidup.
Dari kengerian represi era Soeharto ke pergumulan radikal bawah tanah. Dari kekerasan pergerakan yang dingin rasional berikut kelembutan solidaritas dan percumbuan romantis. Aku betul-betul menjalani kepenuhan romantisme penindasan yang patut dikenang sepanjang hayat.
Jakarta, 18 April 2001
No comments:
Post a Comment