Temaram senja perlahan turun. Merah jingga keemasan menghiasi kanvas langit dengan segala keelokannya, menyusul biru keunguan lembayung senja yang membuat syahdu suasana. Tak berapa lama kelam malam menebarkan jubah gelapnya mengatasi langit.
Saat itu lampu-lampu mulai dinyalakan, sebagian pekerja telah beranjak dari kantornya. Kala sang pimpinan sudah tak di tempat dan jam kantor usai, jari-jemari dengan pemantik dan sebatang putih yang terselip telah siap untuk menebarkan asapnya.
Asap putih itu membumbung, sekilas dan segera terhapus dari pandangan mata. Namun selain asap, ada partikel-partikel halus yang tidak kasat mata. Partikel itu pembakaran tidak sempurna arang, minyak, kayu atau bahan bakar lainnya.
Ketika esok mentari kembali terbit, partikel-partikel tak kasat mata itu pun tetap di sana, dalam ruang kedap berpenyejuk udara. Menarilah partikel-partikel itu mengitari ruangan dan ikut terhirup ke dalam paru-paru siapa pun, kendati bukan si pemilik batang putih tadi.
Sejenak kita beranjak dari partikel halus tadi. Saat itu menjelang Natal, sebuah pengujung tahun yang menjadi liburan besar bagi banyak orang. Tak terkecuali keluarga kami. Tapi tahun itu hari besar itu terlewatkan begitu saja.
Motor keluarga kami tengah tergolek di rumah sakit. Badannya yang tetap dan senantiasa bugar, telah melemah. Sel-sel ganas bahkan nyaris melumpuhkan sebelah tangan dan kaki, pertanda telah menyebar.
Sejak saat itu tarikan napasnya satu-satu, kadang tersengal begitu susahnya. Nyata sekarang, kemurahan Ilahi berupa oksigen gratis seolah tak mencukupi untuk sebuah rongga paru-paru yang telah terkoyak sel-sel ganas tadi.
Bantuan inhaler, hirupan uap yang dihubungkan dengan oksigen murni, awal-awal cukup menolong. Namun manusia bernapas 24 jam tanpa henti, Efek inhaler itu hanya sepersekian dari 24 jam.
Setiap tarikan napas yang begitu berat terasa ikut menyesakkan dada kami yang melihatnya. Tarikan napas satu-satu itu begitu menyiksa batin kami.
Akhirnya pilihan pahit pun diambil. Dengan jarum yang entah seberapa besarnya, seutas selang dimasukkan ke organ pernapasan yang telah melemah itu. Perlahan tapi pasti, cairan hitam kecoklatan pekat keluar. Cairan itu menyerupai warna air ketika batang putih dimatikan dengan dicelupkan ke dalamnya.
Ternyata lebih dari satu liter cairan berwarna pekat itu bercokol di paru-parunya. Sejenak keputusan pahit itu berbuah, tarikan napasnya tak lagi tersengal. Namun itu pun tak lama. Setelah selang penyedot dilepas, justru kesehatannya merosot drastis. Hanya sinar matanya yang masih mempertahankan kilatan perlawanan.
Lima bulan setelah berjibaku dengan sel-sel ganas, berjuang menarik napas satu satu bak menghitung detik, ia pun menghembuskan napasnya terakhir. Ia terkalahkan partikel-partikel batang putih yang mengendap dalam paru-parunya sepanjang lebih dari 20 tahun hidup perkawinannya dengan seorang perokok berat.
Apakah ada di antara kita yang tega menatap mata bening orang yang kita cintai menghirup napas tersengal pilu? Apakah ada yang tega melihat selang menembus tubuh orang yang kita kasihi untuk mengeluarkan endapan partikel-partikel tadi?
Tidak Cukup
Karenannya Kawasan Dilarang Merokok (KDM) saja tidak cukup. Partikel-partikel batang putih itu di antaranya adalah benzopyrene yaitu partikel-partikel karbon yang halus yang merupakan penyebab langsung mutasi gen.
Berbagai artikel menyebutkan ribuan jenis bahan kimia dalam rokok dan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Sebut saja mulai dari nikotin, arsenik yang beracun, cadmium yang terdapat dalam baterai, dan masih banyak lagi.
Belum pula gas seperti karbon monoksida (CO) seperti gas buang kendaraan bermotor, karbondioksida (CO2), hidrogen sianida, amonia, hidro karbon, metana, butana, dan sebagainya.
Semua partikel tidak kasat mata itu tertinggal dan terpapar ke ruang lain, apalagi di ruang pengap berpenyejuk udara. Idealnya semua gedung dan segala ruang tertutup harus bebas dari asap rokok.
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta perlu segera mengganti Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 tentang KDM tadi. KDM tidak efektif pelaksanaannya, kurang pengawasan serta sanksi yang jelas. Semoga DKI Jakarta dan daerah lain dapat segera menjadi pelopor perlindungan warga untuk tidak merokok di dalam gedung atau bangunan. Merokok di dalam gedung harus dilarang dengan sanksi yang tegas.
Friday, May 7, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)